Oleh:
MAHMUD SAEFI
Sejak awal sejarah ternyata manusia menggunakan akal budi dan fikirannya
untuk mencari tahu apa sebenarnya yang ada dibalik segala kenyataan (realitas)
itu. Proses itu mencari tahu itu menghasilkan kesadaran, yang disebut
pengetahuan. Jika proses itu memiliki ciri-ciri metodis, sistematis dan
koheren, dan cara mendapatkannya dapat dipertanggung-jawabkan, maka lahirlah
ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang (1) disusun metodis, sistematis
dan koheren (bertalian) tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan
(realitas), dan yang (2) dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala
tertentu di bidang (pengetahuan) tersebut.
Makin ilmu pengetahuan menggali dan menekuni hal-hal yang khusus dari
kenyataan (realitas), makin nyatalah tuntutan untuk mencari tahu tentang
seluruh kenyataan (realitas).
Dalam kehidupan sehari-hari Ilmu pengetahuan, yang kadang disebut sains,
merupakan komponen terbesar yang diberikan sebagai mata pelajaran dalam semua
tingkatan pendidikan di samping humaniora dan agama.
Mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dari mulai pendidikan anak usia dini sampai perguruan tinggi ada banyak sekali cabang disiplin ilmu. Perkembangan ilmu pengetahuan sebagai disiplin akademik tersebut semakin lama semakin berkembang seiring munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialis bidang tertentu.
Mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dari mulai pendidikan anak usia dini sampai perguruan tinggi ada banyak sekali cabang disiplin ilmu. Perkembangan ilmu pengetahuan sebagai disiplin akademik tersebut semakin lama semakin berkembang seiring munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialis bidang tertentu.
Untuk memberikan gambaran tentang begitu banyaknya disiplin ilmu dan
bidang-bidang kajiannya, maka perlu adanya pembahasan khusus tentang hal
tersebut. Salah satu upaya pembahasan, makalah ini disusun untuk menuju jalan
pemahaman disiplin akademik yang dimaksud di atas.
HAKIKAT ILMU
Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu yang
membedakan ilmu dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya. Ilmu merupakan
pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan
yaitu gabungan antara berpikir secara rasional dan empiris (Suriasumantri,
1984b).
Hal senada diungkapkan oleh Adisusilo (1983) yang menyatakan bahwa Ilmu pengetahuan atau science adalah suatu proses untuk menemukan kebenaran pengetahuan. Karena itu, ilmu pengetahuan harus mempunyai sifat ilmiah, yaitu pengetahuan yang diperoleh secara metodis, sistematis, dan logis. Metodis maksudnya adalah bahwa pengetahuan itu diperoleh dengan cara kerja yang terperinci, baik yang bersifat induktif maupun deduktif, sesuai dengan tahapan-tahapan metode ilmu, misalnya dimulai dengan observasi, perumusan masalah, mengumpulkan dan mengklasifikasi fakta, membuat generalisasi, merumuskan hipotesis, dan membuat verifikasi.
Hal senada diungkapkan oleh Adisusilo (1983) yang menyatakan bahwa Ilmu pengetahuan atau science adalah suatu proses untuk menemukan kebenaran pengetahuan. Karena itu, ilmu pengetahuan harus mempunyai sifat ilmiah, yaitu pengetahuan yang diperoleh secara metodis, sistematis, dan logis. Metodis maksudnya adalah bahwa pengetahuan itu diperoleh dengan cara kerja yang terperinci, baik yang bersifat induktif maupun deduktif, sesuai dengan tahapan-tahapan metode ilmu, misalnya dimulai dengan observasi, perumusan masalah, mengumpulkan dan mengklasifikasi fakta, membuat generalisasi, merumuskan hipotesis, dan membuat verifikasi.
Sementara itu, Gie (1984) menyatakan bahwa pemahaman terhadap konsepsi ilmu
yang sistematik dan lengkap hendaknya mencakup segi-segi denotasi (cakupan),
konotasi (ciri penentu), dan dimensi (keluasan). Ketiga segi tersebut perlu
dibedakan secara tegas dan tidak dicampuradukkan dalam pembahasan tentang ilmu.
Menurut Suriasumantri (1984a) ciri-ciri keilmuan didasarkan pada jawaban yang diberikan ilmu terhadap tiga pertanyaan pokok yang mencakup apa yang ingin kita ketahui (ontologis), bagaimana cara mendapatkan pengetahuan tersebut (epistemologi), dan apa nilai kegunaannya bagi kita (axiologi). Dalam hal ini, falsafah mempelajari masalah ini sedalam-dalamnya dan hasil pengkajiannya merupakan dasar dari eksistensi atau keberadaan ilmu.
Menurut Suriasumantri (1984a) ciri-ciri keilmuan didasarkan pada jawaban yang diberikan ilmu terhadap tiga pertanyaan pokok yang mencakup apa yang ingin kita ketahui (ontologis), bagaimana cara mendapatkan pengetahuan tersebut (epistemologi), dan apa nilai kegunaannya bagi kita (axiologi). Dalam hal ini, falsafah mempelajari masalah ini sedalam-dalamnya dan hasil pengkajiannya merupakan dasar dari eksistensi atau keberadaan ilmu.
Ontologi membahas tentang apa yang kita ketahui dan seberapa jauh kita
ingin tahu. Kemudian, bagaimana cara kita mendapatkan pengetahuan mengenai
obyek tersebut ? Untuk menjawab pertanyaan ini kita berpaling kepada
epistemologi, yakni teori pengetahuan (Suriasumantri,1984a). Menurut Pranarka
(1987), orang perlu mencari dan mempertanyakan dasar-dasar dari ilmu itu,
terutama menunjukkan legitimasi epistemologinya. Selanjutnya, jawaban untuk
pertanyaan ketiga tentang nilai kegunaan pengetahuan, berkaitan dengan axiologi
yakni teori tentang nilai. Setiap bentuk buah pemikiran manusia dapat
dikembalikan pada dasar-dasar ontologi, epistemologi, dan axiologi dari
pemikiran yang bersangkutan.
Secara lebih rinci, Suriasumantri (1984b dan 1984c) menyatakan bahwa
tiap-tiap pengetahuan mempunyai tiga komponen yang merupakan tiang penyangga
tubuh pengetahuan yang disusunnya. Komponen tersebut adalah ontologi,
epistemologi, dan axiologi. Ontologi merupakan asas dalam menetapkan
batas/ruang lingkup ujud yang menjadi objek penelaahan (objek formal dari
pengetahuan) serta penafsiran tentang hakikat realitas (metafisika) dari objek
formal tersebut. Epistemologi merupakan asas mengenai cara bagaimana materi
pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan. Sedangkan
aksiologi merupakan asas dalam menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan
disusun dalam tubuh pengetahuan tersebut.
Menurut Aristoteles (384-322 sM), pemikiran kita melewati 3 jenis abstraksi
(abstrahere = menjauhkan diri dari, mengambil dari). Tiap jenis abstraksi
melahirkan satu jenis ilmu pengetahuan dalam bangunan pengetahuan yang pada
waktu itu disebut filsafat:
Aras abstraksi pertama - fisika. Kita mulai berfikir kalau kita mengamati. Dalam berfikir, akal dan budi kita “melepaskan diri” dari pengamatan inderawi segi-segi tertentu, yaitu “materi yang dapat dirasakan” (“hyle aistete”). Dari hal-hal yang partikular dan nyata, ditarik daripadanya hal-hal yang bersifat umum: itulah proses abstraksi dari ciri-ciri individual. Akal budi manusia, bersama materi yang “abstrak” itu, menghasilan ilmu pengetahuan yang disebut “fisika” (“physos” = alam).
Aras abstraksi pertama - fisika. Kita mulai berfikir kalau kita mengamati. Dalam berfikir, akal dan budi kita “melepaskan diri” dari pengamatan inderawi segi-segi tertentu, yaitu “materi yang dapat dirasakan” (“hyle aistete”). Dari hal-hal yang partikular dan nyata, ditarik daripadanya hal-hal yang bersifat umum: itulah proses abstraksi dari ciri-ciri individual. Akal budi manusia, bersama materi yang “abstrak” itu, menghasilan ilmu pengetahuan yang disebut “fisika” (“physos” = alam).
Aras abstraksi kedua - matesis. Dalam proses abstraksi selanjutnya, kita
dapat melepaskan diri dari materi yang kelihatan. Itu terjadi kalau akal budi
melepaskan dari materi hanya segi yang dapat dimengerti (“hyle noete”). Ilmu
pengetahuan yang dihasilkan oleh jenis abstraksi dari semua ciri material ini
disebut “matesis” (“matematika” – mathesis = pengetahuan, ilmu).
Aras abstraksi ketiga - teologi atau “filsafat pertama”. Kita dapat
meng-"abstrahere" dari semua materi dan berfikir tentang seluruh
kenyataan, tentang asal dan tujuannya, tentang asas pembentukannya, dsb. Aras
fisika dan aras matematika jelas telah kita tinggalkan. Pemikiran pada aras ini
menghasilkan ilmu pengetahuan yang oleh Aristoteles disebut teologi atau
“filsafat pertama”. Akan tetapi karena ilmu pengetahuan ini “datang sesudah”
fisika, maka dalam tradisi selanjutnya disebut metafisika.
DISIPLIN AKADEMIS
Suatu disiplin akademik atau bidang studi, adalah suatu cabang pengetahuan
yang diajarkan atau diteliti di tingkat perguruan tinggi. Disiplin-disiplin ini
didefinisikan dan diakui oleh jurnal akademik yang mempublikasikan riset pada
suatu bidang serta masyarakat terpelajar dan departemen atau fakultas akademik
yang menjadi tempat para praktisi di bidang tersebut. Masing-masing bidang
studi biasanya memiliki beberapa subdisiplin atau cabang yang garis batas
antara masing-masing bidang tersebut sering kali bersifat buatan dan ambigu.
2 komentar:
Nongkrong dulu dimari, sambil meramaikan!
@Coretan Semenanjung Anak Pulau makasi da mampir di sini
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH MENGUNAKAN KATA-KATA YANG BAIK