ANALISIS POLITIK LOKAL SULAWESI TENGAH DITINJAU DARI BEBARAPA PRESPEKTIF

Selasa, 29 Mei 2012 Label: ,


A. Politik Local Sulawesi Tengah Dalam Prespektif Pluralis
Dalam kehidupan bermasyarakat di Sulawesi tengah ini sering kita temukan berbagai ragam baik itu suku, agama dan kelompok-kelompok lain yang berbeda-beda hal ini mempermuda para elit politik local untuk mengkonfigurasikan publik dari berbagai kelompok untuk membentuk kelompok kepentingan atau intereset group.
Dalam perkembangannya kelompok kepentingan ini yang dijadikan sebagi sebuah manifestasi konkrit dari nilai normative kemajemukan masyarakat local untuk memberikan kebebasan dalam berpolitik khususnya di rana politik local Sulawesi tengah.
Politik local Sulawesi tengah sangatlah cocok konsep pluralis karena kelompok-kelompok kepentingan ini sangat berpengaruh dan mempunyai peran penting dalam politik local. Hal ini terbukti dengan adanya pengangkatan symbol-simbol atau icon-icon dalam kelepok-kelopok tersebut untuk dijadikan sebgai isu-isu politik.
Isu-isu yang diangkat selalu sejalan dengan kebijakan politik sehingga menghasilkan output kebijakan yang baik. Contoh isu-isu politik yang berasal dari kelompok kepentingan adalah nosarara nosabotutu dari suku kaili dan sintuvo maroso dari suku pamona.
Selama ini Politik lokal Sulawesi tengah hanya berurusan pada soal-soal administrasi publik atau menekankan pada hubungan legal-formal pemerintahan semata. Politik local Sulawesi tengah penekanannya hanya pada pemerintahan lokal hasil dari suatu pemilihan umum saja atau pemilihan kepala daerah saja. Meskipun memiliki keterkaitan, namun pandangan legal-formal seperti itu memiliki keterbatasan-keterbatasan untuk memahami politik lokal secara lebih utuh. Politik lokal mencakup soal yang luas, misalnya aspek ekonomi, politik, dan social.
B. Politik Local Sulawesi Tengah Dalam prespektif Marxist
Melihat dinamika-dinamika politik Sulawesi tengah sampai saat ini tidak bisa dipunkiri lagi bahwa konsep dari Marxist ini masi sangat melekat di kalangan para elit politik kita. Mereka masi mengangap bahwa kekuasaan itu hanya ada pada sekelompok kepentingan saja sehingga ini suda membudaya dalam politik local kita. Tidak ada penyebaraluasan kekuasaan yang dilakukan oleh para actor politik.
Konsep politik local sulteng akan terus menerus masi melekat konsep  Marxist akan menimbulkan konflik yang besar baik dikalangan pemerintah maupun public karena konsep Marxist ini hanya melihat bahwa kekuasaan berada pada satu kelompok tertentu yang sangat dominan dan tidak menyebar.
Dengan ketidak adanya penyebaran kekuasaan yang merata itulah yang akan meberikan peluang kepada kelompok kepentingan untuk saling merebut kekuasaaan untuk dijadikan sebagai boomerang dalam politik local. Sehinga hanya orang-orang yang berada dalam kelompok tersebut yang mendapatkan kekuasaan.
Konsep marxis ini menurut saya tidaklah cocok untuk diterapakan dalam politik local Sulawesi tenggah karena karena di daerah kita ini terdapat banyak kelompok-kelompok etnis suku dan agama, ketika kesemuanya kelompok ini ingin mendapatkan kekuasaan secara otomatis ada kecemburuan social dan bisa saja menimbulkan konflik, seperti yang terjadi di poso, dan banggai kepulauan pada saat pemindahan ibu Kota Kabupaten.  Oleh karena itu ketika konflik terus terjadi di daerah maka politik local Sulawesi tengah diangap gagal dan penerapan local wisdem tidak akan terealisasikan dengan baik.
C. Politik Local Sulawesi Tengah Dalam prespektif Kanan Baru
Perspektif kanan baru(New Right) memiliki sikap anti kolektivisme, anti buruh dan anti spirit kesejahteraan. Dalam tatanan politik local prespektif kanan baru ini tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Sulawesi tengah karena kelompok yang paling berpengaruh di bidang politik salah satunya adalah buru.
Dalam politik local Sulawesi tengah buruh merupakan power masa yang perlu diperhitungkan. Seprti yang kita ketahui bahwa buru ini selain suplay kekuatan masa yang kuat buruh ini juga terlibat dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi. Namun pada realitanya di Sulawesi tenggah ini para elit politik local suda mengintimidasi para buruh.
Kekuatan politik buruh sangat berperan didalam sistem politik di Indonesia dan pada khususnya pada politik local namun yang benar-benar berpengaruh dan menonjol hanya beberapa saja. Itulah sebabnya politik local Sulawesi tengah dalam pendekatan kanan baru jarang ditemukan.
D.  Politik Local Sulawesi Tengah Dalam prespektif Ketergantungan
Secara umum dikatakan bahwa tidak ada satu daerah yang berkembang dengan sendirinyi tanpa ada bantuan dari pusat maupun daerah lain. Orang-orang yang ada pada kekuasaan selalu saja menginginkan adanya sumbangsi untyk memajukan daerah ini baik dari segi materi dan lain sebagainya.
Ketrgantunyan ini disebabkan karena melihat potensi baik dari sumber daya alam maupun sember daya manusia di Sulawesi tengah ini masi rendah. Hal ini tidak memungkinkan oleh elit politik untuk memajukan daerah ini dan bukan hanya itu saja di kalangan politikpun masi terlihat bahwa para elit politik ini masi bisa dipengaruhi oleh orang-orang yang ada dipusat.
Ketergantungan ini menjadi sebuah dilemma bagi politik Sulawesi tengah sehingga para elit politik memainkan perannya di daerah tidak berjalan sesuai dengan nilai-nilai budaya yang ada di Sulawesi tengah ini. Hal ini dibutuhkan sebuah konsep untuk merubah ketergantungan ini agar supaya para elit politik kita bekerja sesuai dengan nilai-nilai yang ada disulawesi tengah.
POLITIK LOCAL DALAM DIMENSI WAKTU
(pra kemedekaan, ordelama, ordebaru dan reformasi)
Politik lokal di Indonesia selalu berubah sepanjang tahun. Pada era sebelum kemerdekaan, politik lokal di Indonesia menunjukan potret buram karena penguasa memperoleh kekuasaan dalam kerangka hukum adat yang totaliter. Akibatnya mayoritas masyarakat hanya diakui sebagai hamba (bukan warga) yang tidak pernah menjadi objek dari pembangunan semasa itu. Masyarakat dijadikan objek dari kehidupan politik yang tidak berpihak kepada mereka. Para penguasa selalu menarik pajak dan upeti melalui aparatur represif  yang menjadikan kondisi ekonomi masyarakat semakin terpuruk. Perlakuan penguasa yang tidak manusiawi itu kemudian mencetuskan perlawanan rakyat. Kehadiran dan kiprah orang kuat lokal telah menegaskan atas melembaganya local strongmen dan polisentrisme di masa lalu.
Setelah proklamasi kemerdekaan, ketika kekuatan masyarakat mulai masuk ke lembaga-lembaga formal yang merupakan legasi positif dari kolonial Belanda untuk menyediakan kesempatan bagi masyarakat awam terlibat dalam  konteks implementasi politik etis. Para elit tradisional harus bersaing dengan masyarakat umum yang sama-sama berusaha mendapatkan posisi dalam lembaga negara. Ketegangan politik yang bernuansa etmisitaspun meningkat semasa Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Terpimpin khususnya diluar Jawa dimana militer ikut campur tangan.
Indonesia di bawah kekuasaan rezim otokratik (1966-1998) selama 30 tahun lebih, sistem politik ditingkat pusat maupun daerah sangat terkontrol oleh pusat kuasa di Jakarta. Badan eksekutif dan legislatif di kabupaten, kota, dan provinsi terkunci dalam hegemoni Jakarta ini  disebabkan posisi pejabat di daerah pada dasarnya ditentukan oleh Depdagri yang berkepentingan mengendalikan kekuasaan elit lokal. Hal tersebut terlihat dalam upaya yang dilakukan elit politik pusat pada saat pemilihan gubernur Riau pada tahun 1985. Kontrol tidak hanya dilakukan oleh Pusat pada lembaga sipil dipemerintahan daerah saja, tetapi juga dilaksanakan pada lembaga kemiliteran. Elit politik pusat telah menyiapkan hadiah kepada perwira aktif maupun purnawirawan yang setia dan mau  tunduk terhadap kehendak pusat dengan memberikan kepada mereka kursi dilegislatif dan eksekutif.
Ledakan politik yang didenatori oleh gerakan mahasiswa berhasil menghancurkan kuasa pusat di Jakarta. Ambruknya Orde Baru sekaligus menandai polisentrime baru yang menolak kuasa pusat. Perubahan haluan dari politik lama yang tersentralisasi dan terkontrol kepada politik baru yang terdesentralisasi dan egaliter membawa angin segar bagi politik lokal di Indonesia.
Melalui proses demokratisasi dan desentralisasi, para lokal strongmen dan bos ekonomi semakin memperoleh kesempatan untuk menjabat kursi sentral di lembaga pemerintah daerah dibandingkan masa sebelumnya. Dalam konteks lain politik lokal juga mesti dipahami sebagai arena persaingan antara birokrat dari bangsawan, birokrat dari masyarakat awam, dan para local strongmen.
Hal tersebut memperlihatkan bahwa politik lokal di Indonesia mengalami dinamika polotik yang sering kali bergejolak. Keadaaan seperti ini akibat dari pengendalian ketat oleh pemerintah pusat, pembatasan luar biasa atas kebebasan berpendapat di bidang politik dan ekonomi, eksploitasi dan penggelapan sumberdaya. Banyak  di antara peningkatan konflik, persaingan, maupun manfaat jangka pendek yang terjadi terkait dengan terbukanya peluang seluas-luasnya dalam kondisi kelembagaan yang belum stabil.
Terkait dengan hal tersebut ini akan menimbulkan pertarungan untuk memperoleh akses antara berbagai kekuatan sosial, ekonomi dan politik dengan pemerintah daerah, dan antara pusat dengan daerah. Menjadi  menarik karena Undang-Undang telah menyediakan lahan pertarungan tersendiri pasca reformasi.  Namun aktor lokal yang tidak memiliki patron, modal politik, ekonomi, dan sosial sulit sekali menjadi aktor nasional. Salah satu cara mudah yaitu melalui otonomi daerah untuk membaca politik lokal dimana didalamnya terdapat aktor lokal yang bersaing. Dua hal yang menonjol dari kedinamisan politik lokal di Indonesia yakni, pertama politik lokal di selalu dikendalikan oleh pusat karena SDM yang menggiurkan, serta munculnya local strongmen sebagai akibat yang disebutkan hal pertama.
Tahapan berikutnya pemerintahan di Indonesia akan merupakan sebuah penyesuaian terhadap masa transisi  dan merupakan masa pembangunan kelembagaan yang tepat untuk situasi dan kondisi saat ini. Dimana tidak akan ada pembangunan jika tidak ada korupsi begitu pula sebaliknya. Sebuah  alasan untuk meyakini bahwa pembelajaran dan penyesuaian seperti itu akan terus berlanjut. Bahwa pemerintah daerah dan pemerintah pusat memang harus bekerjasama untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat dan meminimalkan kerusakan lingkungan dengan melahirkan pemimpin yang aspiratif
PENTINGNYA POLITIK LOKAL DI ERA MODEREN
Pada dasarnya semua hal mempunyai segi positif dan segi negatifnya. Saya yakin bahwa politik lokal akan berkembang serta membawa dampak yang lebih bagi kehidupan bangsa dan Negara ini, dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, dengan adanya politik local kita dapat mempersatukan berbagai macam suku, ras dan agama dan menjalin kerukunan sehingga politik lokal yang berjalan bersifat efektif dan mampu menyelesaiakan malasah-masalah yang dialami masyarakat dan juga politik lokal telah ada sebelum Indonesia Merdeka sehingga hal ini adalah sebuah dinamika yang telah ada pada masa dahulu sebagai warisan pendahulu kita. Selain itu fungsi-fungsi yang lain dengan adanya politik lokal ini adalah membuka ruang partisipasi masyarakat untuk berkontribusi dalam membangun bangsa dan Negara ini. Memberikan kesempatan kepada daerah untuk mandiri dan otonom sehingga Negara terkurangi biaya tanggungan atas daerah yang mandiri. Optimisme harus dirasakan oleh semua kalangan masyarakat akan adanya politik lokal karena politik lokal membuka kesempatan bagi kita untuk ikut serta dalam membangun dan mensejahterahkan negeri ini.

2 komentar:

  • postingan yang bagus tentang analisis-politik-lokal-sulawesi-tengah

  • Posting Komentar

    BERKOMENTARLAH MENGUNAKAN KATA-KATA YANG BAIK

     
    cHiLd________IsLaNd © 2011 | Design Template by cHiLd________IsLaNd | Template Blogger Name | Uniqx Transparent 2.0 | Uniqx Transparent 2.0
    close

    Sumber : http://ut2a-4down.blogspot.com/2012/03/cara-buat-recent-post-headlines-news.html#ixzz1pRGLqU2o