makalah sistem sosial budaya "konflik"

Senin, 18 Juli 2011 Label: ,

MAKALAH

SISTIM SOSIAL BUDAYA INDONESI
Konflik




Oleh :
AMRANSYAH M.SATALI
B 401 08 137



Program Studi Ilmu Pemerintahan
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TADULAKO
2011



KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala kemudahan sehingga tugas Makalah SISTIM SOSIAL BUDAYA INDONESI yang membahas tentang “Konflik ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.
Penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, walaupun penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca maupun penilai yang sifatnya membangun.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman yang ikut berpartisipasi dan membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
“Semoga Allah SWT senantiasa memudahkan kita dalam mempelajari ilmunya”.



                           Palu,20 juli 2011
                                 Penulis 



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Terjadinya konflik dalam setiap organisasi merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindarkan. Hal ini terjadi karena di satu sisi orang-orang yang terlibat dalam organisasi mempunyai karakter, tujuan, visi, maupun gaya yang berbedabeda. Di sisi lain adanya saling ketergantungan antara satu dengan yang lain yang menjadi karakter setiap organisasi. Tidak semua konflik merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik dapat menguntungkan organisasi sebagai suatu kesatuan. Dalam menata konflik dalam organisasi diperlukan keterbukaan, kesabaran serta kesadaran semua fihak yang terlibat maupun yang berkepentingan dengan konflik yang terjadi dalam organisasi.

B.     Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas terdapat beberapa masalah yang penulis dapat simpulkan, yaitu :
1.         Apa sebenarnya konflik itu ?
2.         Bagaimana Manifestasi konflik ?
3.         Macam-macam konflik ?
4.         Dari mana Sumber konflik ?
5.         Bagai mana Manajemen konflik yang efektif ?
6.         Bagaimana Meminimalisir konflik dengan komunikasi efektif ?

C.     Alasan memilih judul konflik

Melihat realita sekarang ini bahwa banyak terjadi konflik, baik itu konflik internal maupun external sehinga penulis mengangkat tema tentang konflik agar supaya masyarakat atau teman-teman mahasiswa bisa tau apa sebenarnya konflik itu dan bagaimana mengatasi konflik.


BAB II
TEORI-TEORI KONFLIK

A.    Analisa Konflik Dan Dinamika Konflik

Revolusi konflik memiliki kepentingan yang sangat besar bagi evolusi dan dinamika konflik yang terbaru beserta analisisnya : sejarahnya, penyebabnya, dan komposisi internalnya-pihak-pihak yang bertentangan, sifat dari ketertibannya, perspektifs, posisi dan motifasinya, perbedaan hubungan antara mereka dalam hal kekuasaan, kesetiaan dan kepentinggannya.
Ronald Fisher (1993) membuat garis besar tentang rangkaian dari peningkatan kependudukan yang dimulai dengan sebuah diskusi. Dari sudut pandang yang optimis, berdasarkan pengalaman saya konflik kerak dimulai karena tidak adanya diskusi, yang terus berlanjut pada polarisasi, segragasi, deskrutsi. Chris Mitchel (1981), memperluas ide tentang siklus konflik, dimana kebiasaan memicu terjadinya sifat keras kepada peserta akibat-akibatnya, yang kemudian meningkatkan menjadi persoalan yang lebih subtantif dan kebiasaanya lebih negative, yang meningkatkan lebih jauh lagi dalam permusuhan ang berbentuk pengunaan kekerasan oleh pihak-pihak yang terlibat. Friederich Glasl (1997) mengambarkan Sembilan tahap dari siklus tersebut, yang dilambangkan dengan tangga menurun, dimana langkah terakhirnya diungkapkan sebagai bersama terjun kejurang. Tulisan Glasl merupakan karya berlian tetang bagaimana sebuah epolusi menjemblah menjadi berbagai cara yang irasional dan kontra produktif. Tulisannya dapat meyakinkan setiap orang bahwa pengolahan dan resolusi dari konflik memerlukan perhatian yang tidak hanya terletak pada persoalannya saja, namun juga terhadap kepentingan psikologi dan prosesnya.




B.     Teori Kebutuhan

Salah satu teori yang sangat berpengaruh terhadap resolusi konflik adalah ‘teori kebutuhan’ milik john burton (1990 dan dalam banyak publikasi), yang berpendapat bahwa kebutuhan yang tidak terpenuhi merupakan sebagai yang paling sering terjadi dan sangat serius dalam konflik. Resolusi tidak mungkin tercapai tanpa dipenuhinnya kebutuhan tersebut. Jika setiap pihak yang bertikai dapat mengetahui kebutuhannnya masing-masing, mereka mungkin akan dapat melihat bahwa kebutuhan tersebut tidak perlu dicapai melalui konflik bersenjata atau kondisi tawar menawar yang sangat a lot, namun melalui pencarian jalan untuk mempertemukan kebutuhan dari setiap pihak. Cara ini lebih dikenal sebagai pendekatan ‘sama-sama menang’.ungkapan ini terlihat bersifat longgar dan tidak sensitive dan memberikan kesan bahwa konflik kekerasan (terutama) yang berlarut-larut, banyak yang suda teratasi. Cara ini juga seakan menyarankan bahwa tidak perlu terjadi pengorbanan yang tidak realitis. Bahasa dari kebutuhan (mungkin lebih sebagai ketakutan-baca cornnelius and Faire, 1989) setidaknya dapat menawarkan cara bagaimana orang-orang saling berhubungan pada tingkatan umum dalam pengalaman hidup kemanusiaan. Dalam dunia dimana suatu hasutan telah mengeksploitasi dan mencemarkan nama keadilan untuk memancing terjadinnya kekerasan dalam hancurnya kebenaran, kehormatan dan kasi sayang, bahasa kebutuhn yang sangat berbelas kasi mampu melompati tindakan saling menyalakan dan permusuhan, dan memperkenalkan fungsinnya sebagai pengakuan terhadap nilai kemanusian dan sifat saling tergantung.

C.     Dialog, Negosiasi, dan peran pihak ketiga

Dialog merupakan pusat dari resolusi konflik. Dialog dapat terjadi secara umum, untuk membangun kepercayaan, pengertian dan hubungan kerja sama atau terpokus pada pencarian kesepakatan yang digambarkan sebagai negosiasi. Sebagi negosiasi dapat berbentuk sebgai kondisi tawar menawar yang sulit, dimana pada protagonist memanfaatkan kekuasaanya untuk saling mengeruk keuntungan.




BAB III
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Konflik

Konflik adalah pergesekan atau friksi yang terekspresikan di antara dua pihak atau lebih, di mana masing-masing mempersepsi adanya interferensi dari pihak lain, yang dianggap menghalangi jalan untuk mencapai sasaran. Konflik hanya terjadi bila semua pihak yang terlibat, mencium adanya ketidaksepakatan
Para pakar ilmu perilaku organisasi, memang banyak yang memberikan definisi tentang konflik. Robbins, salah seorang dari mereka merumuskan Konflik sebagai : "sebuah proses dimana sebuah upaya sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menghalangi usaha yang dilakukan oleh orang lain dalam berbagai bentuk hambatan (blocking) yang menjadikan orang lain tersebut merasa frustasi dalam usahanya mancapai tujuan yang diinginkan atau merealisasi minatnya". Dengan demikian yang dimaksud dengan Konflik adalah proses pertikaian yang terjadi sedangkan peristiwa yang berupa gejolak dan sejenisnya adalah salah satu manifestasinya.
Dua orang pakar penulis dari Amerika Serikat yaitu, Cathy A Constantino, dan Chistina Sickles Merchant mengatakan dengan kata-kata yang lebih sederhana, bahwa konflik pada dasarnya adalah: "sebuah proses mengekspresikan ketidapuasan, ketidaksetujuan, atau harapan-harapan yang tidak terealisasi". Kedua penulis tersebut sepakat dengan Robbins bahwa konflik pada dasarnya adalah sebuah proses. Konflik dapat diartikan sebagai ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok-kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya yang langka secara bersama-sama atau menjalankan kegiatan bersama-sama dan atau karena mereka mempunyai status, tujuan, nilai-nilai dan persepsi yang berbeda. Anggota-anggota organisasi yang mengalami ketidaksepakatan tersebut biasanya mencoba menjelaskan duduk persoalannya dari pandangan mereka.
Lebih jauh Robbins menulis bahwa sebuah konflik harus dianggap sebagai "ada" oleh fihak-fihak yang terlibat dalam konflik. Dengan demikian apakah konflik itu ada atau tidak ada, adalah masalah "persepsi" dan bila tidak ada seorangpun yang menyadari bahwa ada konflik, maka dapat dianggap bahwa konflik tersebut memang tidak ada.
Tentu saja ada konflik yang hanya dibayangkan ada sebagai sebuah persepsi ternyata tidak riil. Sebaliknya dapat terjadi bahwa ada situasi-situasi yang sebenarnya dapat dianggap sebagai "bernuansa konflik" ternyata tidak dianggap sebagai konflik karena nggota-anggota kelompok tidak menganggapnya sebagai konflik. Selanjutnya, setiap kita membahas konflik dalam organisasi kita, konflik selalu diasosiasikan dengan antara lain, "oposisi" (lawan), "kelangkaan", dan "blokade".
Diasumsikan pula bahwa ada dua fihak atau lebih yang tujuan atau kepentingannya tidak saling menunjang. Kita semua mengetahui pula bahwa sumberdaya dana, daya reputasi, kekuasaan, dan lain-lain, dalam kehidupan dan dalam organisasi tersedianya terbatas. Setiap orang, setiap kelompok atau setiap unit dalam organisasi akan berusaha memperoleh semberdaya tersebut secukupnya dan kelangkaan tersebut akan mendorong perilaku yang bersifat menghalangi oleh setiap pihak yang punya kepentingan yang sama. Pihak-pihak tersebut kemudian bertindak sebagai oposisi terhadap satu sama lain. Bila ini terjadi, maka status dari situasi dapat disebut berada dalam kondisi "konflik".

 

0 komentar:

Posting Komentar

BERKOMENTARLAH MENGUNAKAN KATA-KATA YANG BAIK

 
cHiLd________IsLaNd © 2011 | Design Template by cHiLd________IsLaNd | Template Blogger Name | Uniqx Transparent 2.0 | Uniqx Transparent 2.0
close

Sumber : http://ut2a-4down.blogspot.com/2012/03/cara-buat-recent-post-headlines-news.html#ixzz1pRGLqU2o