LAPORAN
PPL
SISTIM
PEMERINTAHAN DESA
“ Tata Kerja Badan Permusysarawatan
Desa (BPD)
Di Sidondo II Dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa ”
AMRANSYAH M. SATALI
B 401 08 137
PROGRAM STUDI ILMU
PEMERINTAHAN
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN
ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TADULAKO
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pembangunan Desa merupakan bagian integral dari
Pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia
yaitu suatu kondisi masyarakat adil dan makmur yang merata material maupun
spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah merupakan tuntutan atas pengalaman penyelenggaraan otonomi
daerah dalam urusan pemerintahan, pembangunan, lain halnya pada masa lampau
yang sangat kuat dan tersentralisasi di pusat. Sebagaimana yang dianut oleh
undang-undang pemerintahan di Daerah yang lalu (Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1974). Dengan ditetapkannya undang-undang No. 32 tahun 2004 telah menggeser
paradigma pembangunan, dari Sistem sentralistik menjadi desentralisasi yang
bermakna bahwa daerah telah diserahi kewenangan untuk mengurus dan mengelola
daerahnya sendiri berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Semangat otonomi daerah
ini, keberhasilannya bergantung pada sumber daya (alam dan manusia) pada
masing-masing daerah.
Pemerintah
desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Hal yang paling konkrit dan paling
mendasar adalah adanya pemberian tugas dan wewenang yang berbeda dalam struktur organisasi yang setara dalam
dua kelembagaan desa yakni antara Kepala Desa pada satu sisi dan Badan
Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disebut BPD.
Salah
satu wujud nyata dari agenda desentralisasi dan otonomi daerah adalah
diberlakukannya UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dimana salah satu
substansi dari UU 32 Tahun 2004 adalah kebijakan atau pengaturan tentang
Pemerintahan Desa dimana juga dinyatakan bahwa Pemerintahan Desa adalah Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa (Kepala Desa beserta
perangkatnya).
Secara
normatif BPD dikonsepkan sebagai lembaga perwakilan masyarakat Desa yang
memiliki fungsi legislasi yaitu mengayomi adat istiadat, fungsi penyaluran
aspirasi yaitu menyerap aspirasi dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta
fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan Desa yang idealnya akan
membawa perubahan dalam dinamika sosial dan politik Desa . Dengan
demikian perubahan dinamika sosial dan politik dari pembentukan BPD sebagaimana
yang dinyatakan oleh UU 32 Tahun 2004 tersebut, dapat terlihat dari
diposisikannya BPD sebagai salah satu pilar untuk menjamin terlaksananya
demokratisasi melalui pembukaan pintu partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pemerintahan Desa.
Dalam hal ini masyarakat diberi hak untuk menentukan keinginan dan
kebutuhannya, baik itu dalam merencanakan, melaksanakan, melakukan kontrol dan
menikmati hasilnya. Sebagai aktualisasi gagasan demokrasi, BPD diidealkan untuk
memposisikan dirinya sebagai penghubung antara kepentingan masyarakat (yang
mesti diperjuangkan) dengan kepentingan Pemerintah Desa (mitra pemerintahan).
Dengan demikian dapatlah diartikan bahwa BPD merupakan salah satu lembaga
strategis di Desa yang memiliki kompetensi untuk menumbuhkan demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan Desa.
Untuk
melaksanakan fungsi BPD serta berfungsi menetapkan peraturan desa bersama
Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat sebagai wujud tindak
lanjut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dalam
semangat demokrasi dan otonomi daerah tentunya harus disertai dengan tanggung
jawab bersama antara masyarakat dan pemerintahan Desa serta Pemerintah Daerah
untuk mengupayakan berfungsinya BPD sebagai sarana penting dalam mewujudkan keberhasilan
penyelenggaraan pemerintahan Desa yang berbasis pada kekuatan rakyat. Dalam hal
ini pihak Pemerintah sudah seharusnya memikul tanggung jawab yang besar dalam
memfasilitasi terciptanya pemerintahan Desa yang demokratis pada saat
masyarakat dan Pemerintah Desa memang membutuhkannya.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian dalam latar belakang di atas, maka masalah yang diangkat dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) di Desa Sidondo II Kecematan Dolo barat kabupaten Sigi ?
2.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) di desa Sidondo II Kecematan Dolo Barat kabupaten Sigi ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Mengacu pada perumusan masalah tersebut,
maka tujuan dari penelitian ini adalah :
a.
Untuk
mengetahui pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) di Desa Sidondo II Kecematan Dolo Barat Kabupaten Sigi
b.
Untuk
mengetahui faktor yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi badan permusyawaratan desa Di Desa Sidondo II
Kecematan Dolo Barat Kabupaten Sigi.
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Observasi
Observasi biasa di artikan sebagai pengamatan dan
pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.
Observasi langsung di lakukan terhadap objek yang di tempat terjadi atau
berlangsungnya peristiwa., sehingah observer berada bersama objek yang di
seledikinya. Sedang observasi tidak langsung adalah pengamatan yang di lakukan
tidak pada saat berlangsungnya suatu peristiwa yang akan di selediki misalnya
peristiwa tersebut di amati melalui film, rangkaian slide atau rangkaian foto.
Agar pengunaan teknik ini dapat menghimpun data secara
efektif perlu di perhatihan beberapa syarat sebagai berikut :
1. Orang
yang melakukan observasi (observer) harus memiliki pengetahuan yang cukup
mengenai objek yang akan di observasi.
2. Observer
harus memahami tujuan-umum dan tujuan khusus dari penelitian yang di
laksanakannya .
3. Tentukan
cara dan alat yang dipergunakan dalam mencatat data.
4. Tentukan
katagori pencatatan gejala yang diamati,dengan menggunakan skala tertentu ataw
sekedar mencatat frekuensi munculmya gejala tanpa klasifikasi tingkatannya.
5. Observasi
harus dilakukan secara cermat dan kritis .
6. Pencatatan
setiap gejala harus dilakukan secara terpisah.
7. Pelajari
dan latihlah cara-cara mencatat sebelum melakukan observasi.
Perlu
di ketahui beberapa alat yang dapat dipergunakan dan cara mencatat dengan alat
tersebut:
a. Catatan
anekdot (Anecdotal Record)
Alat ini dipergunakan
untuk mencatat gejala-gejala khusus ataw luar biasa menurut urutan kejadiannya.
b. Catatan
berkala (insidental record)
Catatan berkala
dilakukan pada waktu tertentu,dengan demikian pencattan gejala yang timbul
hanya dilakukan pada waktu yang telah ditetapkan dan terbatas.
c. Daftar
Cek (Check List)
Pencatatan data
dilakukan dengan mempergunakan sebuah daftar yang membuat nama-nama observee
disertai jenis-enis gejalah yang akan di amati.
d. Skala
Nilai (Rating Scale )
Pencatatan data dengan
alat ini dilakukan seperti check list,yakni dengan memberikan tanda check tertentu apabila suatu gejala muncul didalam
kolom daftar yang sudah di sediakan.
e.
Peralatan Mekanis
(Mechanichal Device )
Catatan data denganm
alat ini sebenarnya tidak dilakukan pada saat observasi berlangsung,karena seluruh
atau sebagian peritiwa direkam dengan menggunakan peralatan elektronik sesuai
dengan keperluan.
B.
Interview
Interview adalah usaha mengumpulkan informasi dengan
mengajukan sejumlah pertanyaan secara
lisan,untuk di jawab secara lisan pula.ciri utama dari interview adalah
kontak langsung dengan tatap muka antara sipencari informasi dengan sumber
informasi.secara sederhana interview diartikan sebagai alat pengumpul data
dengan mempergunakan tanya jawab antar pencari informasi dan sumber informasi.
Fungsi interview
sebagai berikut :
a. Interview
sebagai alat primer atau alat utama
b. Interview sebagai alat pelengkap.
c. Interview
sebagai alat pengukur atau pembanding.
0 komentar:
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH MENGUNAKAN KATA-KATA YANG BAIK