PRAKTEK PENGENALAN LAPANGAN
PROSES LEGISLASI
( Laporan Individu )
Judul Kajian
Partisipasi
Masyarakat Dalam Proses Legislasi Di Kab. Sigi
AMRANSYAH M. SATALI
B 401 08 137
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL POLITIK
UNIVERSITAS TADULAKO
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Negara Kesatuan Republik Indonesia
dibagi atas daerah-daerah propinsi, dan daerah propinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Begitulah bunyi Pasal 18
ayat (1) UUD 1945 Perubahan. Sebagai konsekuensi dari pembagian daerah dan
pemberian kewenangan berupa otonomi daerah, maka setiap pemerintahan daerah
berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
Undang-undang yang mengatur tentang
pemerintahan daerah yang dimaksud oleh Pasal 18 ayat (1) tersebut adalah
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 LN RI Tahun 2004 Nomor 125. Pemerintahan daerah
dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi wewenangnya yang
diberikan oleh UUD 1945 (Pasal 18 ayat 6) dan juga UU tentang Pemerintahan
Daerah tersebut, salah satunya adalah untuk membentuk peraturan daerah dan
peraturan pelaksanaan lainnya.
Pemberian otonomi kepada daerah dan
kewenangan dalam menetapkan peraturan daerah dimaksudkan sebagai upaya untuk
memberikan keleluasaan kepada daerah sesuai dengan kondisi lokalistiknya.
Selain itu juga dimaksudkan untuk mendekatkan jarak antara pembuat peraturan
daerah (pejabat daerah) dengan rakyat di daerahnya sehingga terbangun suasana
komunikaitif yang intensif dan harmonis diantara keduanya. Artinya keberadaan
rakyat di daerah sebagai subjek pendukung utama demokrasi mendapat tempat dan
saluran untuk berpartisipasi terhadap berbagai peraturan daerah yang
dikeluarkan/dihasilkan oleh pemerintahan daerah.
Sesuai dengan prinsip demokrasi,
dimana para wakil rakyat di daerah dan kepala daerah dipilih secara langsung
oleh rakyat di daerah, diharapkan mereka senantiasa menjalin komunikasi dengan
rakyat terkait dengan pembuatan dan penentuan kebijakan daerah yang dituangkan
dalam peraturan daerah. Pemberian saluran dan ruang kepada masyarakat di daerah
untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan dan penentuan peraturan daerah
merupakan amanat Undang-undang Nomor 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan Pasal 53. Bunyi selengkapnya pasal tersebut : Masyarakat
berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penetapan
maupun pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah. Hal
ini juga ditegaskan dalam UU No. 32/2004 Pasal 139 ayat (1) Masyarakat berhak
memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau
pembahasan rancangan Perda.
Dari ketentuan dalam dua Pasal dua
Undang-undang tersebut memberikan penyadaran kepada semua pihak, bahwa rakyat
di daerah memiliki hak untuk berpartisipasi dalam proses pembahasan rancangan
Perda. Hal ini juga menyadarkan kepada kedua lembaga pembantuk Perda tersebut
untuk bersikap terbuka dengan memberikan saluran dan tempat untuk rakyat di
daerah dalam proses pembahasan rancangan tersebut.
Tanpa komitmen yang nayata untuk
melaksanakan (untuk bersikap terbuka) dari kedua lembaga pemenbentuk Perda
tersebut substansi dari sebuah demokrasi patut dipertanyakan. Karena demokrasi
perwakilan yang dipraktekkan sudah lama dirasakan tidak memadahi. (PM Hadjon,
1999:5)
Peraturan daerah sebagai pedoman dan
dasar dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah di dalam menetapkannya
senantiasa tidak bisa dilepaskan dengan rakyat di daerah. Penyerahan kewenangan
pemerintahan kepada daerah pada hakekatnya adalah kepada rakyat di daerah.
Konsep daerah (sering disebut dengan daerah otonom) di dalamnya mengandung
konsep sosiologis, politis serta konsep kewilayahan. Konsep daerah ini dapat
ditemukan dalam undang-undang pemerintahan daerah, dimana daerah diberi batasan
sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem
Negara kesatuan Republik Indonesia. (Pasal 1 angka 6 UU No. 32/2004).
Berdasarkan uraian tersebut, hakekat
dari daerah otonom adalah masyarakat daerah yang bersangkutan, dan apabila
berkaitan dengan masyarakat maka kunci atau intinya adalah keterlibatan
masyarakat.
B. Rumusan
Masalah
Melihat
latar belakang masalah di atas,maka yang menjadi pokok permaslahan penulis
adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana partisipasi masyarakat dalam
proses legislasi di Kab. Sigi ?
0 komentar:
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH MENGUNAKAN KATA-KATA YANG BAIK