PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES LEGISLASI DI KAB. SIGI

Rabu, 04 Januari 2012 Label:

 

PRAKTEK PENGENALAN LAPANGAN
PROSES LEGISLASI

( Laporan Individu )

Judul Kajian
Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Legislasi Di Kab. Sigi







 AMRANSYAH M. SATALI    
B 401 08 137






PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL POLITIK
UNIVERSITAS TADULAKO
2011




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi, dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Begitulah bunyi Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 Perubahan. Sebagai konsekuensi dari pembagian daerah dan pemberian kewenangan berupa otonomi daerah, maka setiap pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
Undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah yang dimaksud oleh Pasal 18 ayat (1) tersebut adalah Undang-undang No. 32 Tahun 2004 LN RI Tahun 2004 Nomor 125. Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi wewenangnya yang diberikan oleh UUD 1945 (Pasal 18 ayat 6) dan juga UU tentang Pemerintahan Daerah tersebut, salah satunya adalah untuk membentuk peraturan daerah dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Pemberian otonomi kepada daerah dan kewenangan dalam menetapkan peraturan daerah dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan keleluasaan kepada daerah sesuai dengan kondisi lokalistiknya. Selain itu juga dimaksudkan untuk mendekatkan jarak antara pembuat peraturan daerah (pejabat daerah) dengan rakyat di daerahnya sehingga terbangun suasana komunikaitif yang intensif dan harmonis diantara keduanya. Artinya keberadaan rakyat di daerah sebagai subjek pendukung utama demokrasi mendapat tempat dan saluran untuk berpartisipasi terhadap berbagai peraturan daerah yang dikeluarkan/dihasilkan oleh pemerintahan daerah.
Sesuai dengan prinsip demokrasi, dimana para wakil rakyat di daerah dan kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat di daerah, diharapkan mereka senantiasa menjalin komunikasi dengan rakyat terkait dengan pembuatan dan penentuan kebijakan daerah yang dituangkan dalam peraturan daerah. Pemberian saluran dan ruang kepada masyarakat di daerah untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan dan penentuan peraturan daerah merupakan amanat Undang-undang Nomor 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Pasal 53. Bunyi selengkapnya pasal tersebut : Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penetapan maupun pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah. Hal ini juga ditegaskan dalam UU No. 32/2004 Pasal 139 ayat (1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda.
Dari ketentuan dalam dua Pasal dua Undang-undang tersebut memberikan penyadaran kepada semua pihak, bahwa rakyat di daerah memiliki hak untuk berpartisipasi dalam proses pembahasan rancangan Perda. Hal ini juga menyadarkan kepada kedua lembaga pembantuk Perda tersebut untuk bersikap terbuka dengan memberikan saluran dan tempat untuk rakyat di daerah dalam proses pembahasan rancangan tersebut.
Tanpa komitmen yang nayata untuk melaksanakan (untuk bersikap terbuka) dari kedua lembaga pemenbentuk Perda tersebut substansi dari sebuah demokrasi patut dipertanyakan. Karena demokrasi perwakilan yang dipraktekkan sudah lama dirasakan tidak memadahi. (PM Hadjon, 1999:5)
Peraturan daerah sebagai pedoman dan dasar dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah di dalam menetapkannya senantiasa tidak bisa dilepaskan dengan rakyat di daerah. Penyerahan kewenangan pemerintahan kepada daerah pada hakekatnya adalah kepada rakyat di daerah. Konsep daerah (sering disebut dengan daerah otonom) di dalamnya mengandung konsep sosiologis, politis serta konsep kewilayahan. Konsep daerah ini dapat ditemukan dalam undang-undang pemerintahan daerah, dimana daerah diberi batasan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara kesatuan Republik Indonesia. (Pasal 1 angka 6 UU No. 32/2004).
Berdasarkan uraian tersebut, hakekat dari daerah otonom adalah masyarakat daerah yang bersangkutan, dan apabila berkaitan dengan masyarakat maka kunci atau intinya adalah keterlibatan masyarakat.
B.     Rumusan Masalah
Melihat latar belakang masalah di atas,maka yang menjadi pokok permaslahan penulis adalah sebagai berikut :
1.       Bagaimana partisipasi masyarakat dalam proses legislasi di Kab. Sigi ?




0 komentar:

Posting Komentar

BERKOMENTARLAH MENGUNAKAN KATA-KATA YANG BAIK

 
cHiLd________IsLaNd © 2011 | Design Template by cHiLd________IsLaNd | Template Blogger Name | Uniqx Transparent 2.0 | Uniqx Transparent 2.0
close

Sumber : http://ut2a-4down.blogspot.com/2012/03/cara-buat-recent-post-headlines-news.html#ixzz1pRGLqU2o