Di tengah-tengah situasi pengelolaan sumberdaya hayati yang semakin memprihatinkan tersebut serta kecenderungan – kecenderungan meningkatnya ancaman terhadap keaneka-ragaman hayati dari perkembangan politik dan ekonomi yang berkembang di daerah, nasional dan global, semakin memperkuat keyakinan bahwa masyarakat adat/lokal adalah tumpuan harapan dari banyak pihak yang peduli dengan pelestarian keanekaragaman hayati. Dalam hal ini, di samping berbagai dampak negatif yang ditimbulkannya, UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (yang telah mencabut UU No. 5/1979 tentang Pemerintahan Desa) mengakomodasikan keberagaman sistem pemerintahan lokal dan menempatkan "desa" atau "nama lainnya" sebagai unit pemerintahan yang memiliki otonomi penuh bisa "digunakan sementara" sebagai landasan hukum bagi upaya-upaya penguatan kelembagaan lokal yang berbasis pada nilai-nilai budaya lokal dan juga pijakan untuk mengimbangi desentralisasi dengan devolusi, yaitu pengembalian kekuasaan/wewenang pengurusan sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati dari pemerintah kepada masyarakat.
Untuk bisa sampai pada pencapaian adanya "local governance" yang efektif, membutuhkan perubahan mendasar atas paradigma, strategi dan program aksi pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia
2 komentar:
post yg keren :)
MKSI ETA
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH MENGUNAKAN KATA-KATA YANG BAIK