MENCAPAI KEIMANAN DENGAN LOGIKA
Keimanan adalah keyakinan, yang dalam Islam wajib
dicapai dengan penuh kesadaran dan pengertian, karena hanya dengan inilah
kesetiaan tunggal pada Islam (tauhid) bisa diharapkan, seperti halnya seorang
fisikawan yang telah yakin akan keakuratan instrumennya, sehingga ia pun segera
berbuat sesuatu, begitu instrumen itu mengabarkan existensi radiasi atom yang
tidak pernah bisa dideteksi oleh indera fisikawan itu sendiri.
FITRAH MANUSIA
Sejak adanya manusia, manusia memiliki berbagai
ciri-ciri (fitrah) yang membedakannya dari mahluk lain. Manusia memiliki
intuisi untuk memilih dan tidak mau menyerah pada hukum-hukum alam begitu saja.
Manusia bisa mengerjakan sesuatu yang berlawanan dengan nalurinya, misal makan
meski sudah kenyang (karena menghormati tuan rumah), atau tidak melawan meski
disakiti (karena menjaga perasaan orang). Hal ini tidak ada pada binatang.
Seekor kucing yang sudah kenyang tak mau lagi mencicipi makanan yang enak
sekalipun.
Manusia memiliki kemampuan mewariskan kepada manusia
lain (atau keturunannya) hal-hal baru yang telah dipelajarinya. Inilah asal
peradaban manusia. Hal ini tidak terdapat pada binatang. Seekor kera yang
terlatih main musik dalam circus tidak akan mampu melatih kera lainnya. Seekor
kera hanya bisa melatih seekor anak kera pada hal-hal yang memang nalurinya (memanjat,
mencari buah).
Kesamaan manusia dengan binatang hanya pada
kebutuhan eksistensialnya (makan, minum, istirahat dan melanjutkan keturunan).
MANUSIA MENCARI HAKEKAT HIDUPNYA
Manusia yang telah terpenuhi kebutuhan
eksistensialnya akan mulai mempertanyakan, untuk apa sebenarnya hidup itu. Hal
ini karena manusia memiliki kebebasan memilih, mau hidup atau mati. Karena
faktor non naluriahnya, manusia bisa putus asa dan bunuh diri, sementara tidak
ada binatang yang bunuh diri kecuali hal itu dilakukannya dalam rangka
mempertahankan eksistensinya juga (pada lebah misalnya).
Pertanyaan tentang hakekat hidup ini yang memberi
warna pada kehidupan manusia, yang tercermin dalam kebudayaan, yang
digunakannya untuk mencapai kepuasan ruhaninya.
MANUSIA MEMBUTUHKAN TUHAN
Dalam kondisi gawat yang mengancam eksistensinya
(misalnya terhempas ombak di tengah samudra, sementara pertolongan hampir
mustahil diharapkan), fitrah manusia akan menyuruh untuk mengharapkan suatu
keajaiban.
Demikian juga ketika seseorang sedang dihadapkan
pada persoalan yang sulit, sementara pendapat dari manusia lainnya
berbeda-beda, ia akan mengharapkan petunjuk yang jelas yang bisa dipegangnya.
Bila manusia tersebut menemukan seseorang yang bisa dipercayainya, maka dalam
kondisi dilematis ini ia cenderung merujuk pada tokoh idolanya itu.
Dalam kondisi seperti ini, setiap manusia
cenderung mencari "sesembahan". Mungkin pada kasus pertama,
sesembahan itu berupa dewa laut atau sebuah jimat pusaka. Pada kasus kedua,
"sesembahan" itu bisa berupa raja (pepunden), bisa juga berupa tokoh
filsafat, pemimpin revolusi bahkan seorang dukun yang sakti.
TANDA-TANDA EKSISTENSI TUHAN
Di luar masalah di atas, perhatian manusia
terhadap alam sekitarnya membuatnya bertanya, "Mengapa bumi dan langit
bisa sehebat ini, bagaimana jaring-jaring kehidupan (ekologi) bisa secermat
ini, apa yang membuat semilyar atom bisa berinteraksi dengan harmoni, dan dari
mana hukum-hukum alam bisa seteratur ini".
Pada masa lalu, keterbatasan pengetahuan manusia
sering membuat mereka cepat lari pada "sesembahan" mereka setiap ada
fenomena yang tak bisa mereka mengerti (misal petir, gerhana matahari).
Kemajuan ilmu pengetahuan alam kemudian mampu mengungkap cara kerja alam, namun
tetap tidak mampu memberikan jawaban, mengapa semua bisa terjadi.
Ilmu alam yang pokok penyelidikannya materi, tak
mampu mendapatkan jawaban itu pada alam, karena keteraturan tadi tidak melekat
pada materi. Contoh yang jelas ada pada peristiwa kematian. Meski beberapa saat
setelah kematian, materi pada jasad tersebut praktis belum berubah, tapi
keteraturan yang membuat jasad tersebut bertahan, telah punah, sehingga jasad
itu mulai membusuk.
Bila di masa lalu, orang mengembalikan setiap
fenomena alam pada suatu "sesembahan" (petir pada dewa petir,
matahari pada dewa matahari), maka seiring dengan kemajuannya, sampailah
manusia pada suatu fikiran, bahwa pasti ada "sesuatu" yang di
belakang itu semua, "sesuatu" yang di belakang dewa petir, dewa laut
atau dewa matahari, "sesuatu" yang di belakang semua hukum alam.
"Sesuatu"
itu, bila memiliki sifat-sifat ini:
1. Maha Kuasa
1. Maha Kuasa
2.
Tidak tergantung pada yang lain
3.
Tak dibatasi ruang dan waktu
4.
Memiliki keinginan yang absolut
Maka dia adalah Tuhan, dan berdasarkan sifat-sifat
tersebut tidak mungkin zat tersebut lebih dari satu, karena dengan demikian
berarti satu sifat akan tereliminasi karena bertentangan dengan sifat yang
lain.
TUHAN BERKOMUNIKASI VIA UTUSAN
Kemampuan berfikir manusia tidak mungkin mencapai
zat Tuhan. Manusia hanya memiliki waktu hidup yang terhingga. Jumlah materi di
alam ini juga terhingga. Dan karena jumlah kemungkinannya juga terhingga, maka
manusia hanya memiliki kemampuan berfikir yang terhingga. Sedangkan zat Tuhan
adalah tak terhingga (infinity). Karena itu, manusia hanya mungkin memikirkan
sedikit dari "jejak-jejak" eksistensi Tuhan di alam ini. Adalah
percuma, memikirkan sesuatu yang di luar "perspektif" kita.
Karena itu, bila tidak Tuhan sendiri yang
menyatakan atau "memperkenalkan" diri-Nya pada manusia, mustahil
manusia itu bisa mengenal Tuhannya dengan benar. Ada manusia yang
"disapa" Tuhan untuk dirinya sendiri, namun ada juga yang untuk
dikirim kepada manusia-manusia lain. Hal ini karena kebanyakan manusia memang
tidak siap untuk "disapa" oleh Tuhan.
UTUSAN TUHAN DIBEKALI TANDA-TANDA
Tuhan mengirim kepada manusia utusan yang
dilengkapi dengan tanda-tanda yang cuma bisa berasal dari Tuhan. Dari
tanda-tanda itulah manusia bisa tahu bahwa utusan tadi memang bisa dipercaya
untuk menyampaikan hal-hal yang sebelumnya tidak mungkin diketahuinya dari
sekedar mengamati alam semesta. Karena itu perhatian yang akan kita curahkan
adalah menguji, apakah tanda-tanda utusan tadi memang autentik (asli) atau
tidak.
Pengujian autentitas inilah yang sangat penting
sebelum kita bisa mempercayai hal-hal yang nantinya hanyalah konsekuensi logis
saja. Ibarat seorang ahli listrik yang tugas ke lapangan, tentunya ia telah
menguji avometernya, dan ia telah yakin, bahwa avometer itu bekerja dengan benar
pada laboratorium ujinya, sehingga bila di lapangan ia dapatkan hasil ukur yang
sepintas tidak bisa dijelaskanpun, dia harus percaya alat itu. Seorang
fisikawan adalah seorang manusia biasa, yang dengan matanya tak mungkin melihat
atom. Tapi bila ia yakin pada instrumentasinya, maka ia harus menerima apa
adanya, bila instrumen tersebut mengabarkan jumlah radiasi yang melebihi batas,
sehingga misalnya reaktor nuklirnya harus segera dimatikan dulu.
Karena yakin akan autentitas peralatannya, seorang
astronom percaya adanya galaksi, tanpa perlu terbang ke ruang angkasa, seorang
geolog percaya adanya minyak di kedalaman 2000 meter, tanpa harus masuk sendiri
ke dalam bumi, dan seorang biolog percaya adanya dinosaurus, tanpa harus pergi
ke zaman purba.
Keyakinan pada autentitas inilah yang disebut
"iman". Sebenarnya tak ada bedanya, antara "iman" pada
autentitas tanda-tanda utusan Tuhan, dengan "iman"-nya seorang
fisikawan pada instrumennya. Semuanya bisa diuji. Karena bila di dunia fisika
ada alat yang bekerjanya tidak stabil sehingga tidak bisa dipercaya, ada pula
orang yang mengaku utusan Tuhan tapi tanda-tanda yang dibawanya tidak kuat,
sehingga tidak pula bisa dipercaya.
MENGUJI AUTENTITAS TANDA-TANDA DARI
TUHAN
Tanda-tanda dari Tuhan itu hanya autentis bila menunjukkan
keunggulan absolut, yang hanya dimungkinkan oleh kehendak penciptanya (yaitu
Tuhan sendiri). Sesuai dengan zamannya, keunggulan tadi tidak tertandingi oleh
peradaban yang ada. Dan orang pembawa keunggulan itu tidak mengakui hal itu
sebagai keahliannya, namun mengatakan bahwa itu dari Tuhan !!!
Pada zaman Nabi Musa, ketika ilmu sihir sedang
jaya-jayanya, Nabi Musa yang diberi keunggulan mengalahkan semua ahli sihir,
justru mengatakan bahwa ia tidak belajar sihir, namun semuanya itu hanya karena
ijin Tuhan semata.
Demikian juga Nabi Isa, yang menyembuhkan penyakit
yang tidak bisa disembuhkan, meski masyarakatnya merupakan yang termaju dalam
ilmu pengobatan pada masanya. Toh Nabi Isa hanya mengatakan semua itu karena
kekuasaan Tuhan semata, dan ia bukan seorang tabib.
Dan Nabi Muhammad? Tanda-tanda beliau sebagai
utusan yang utama adalah Al-Quran. Pada saat itu Mekkah merupakan pusat
kesusasteraan Arab, tempat para sastrawan top mengadu kebolehannya. Dan meski
pada saat itu semua orang takjub pada keindahan ayat-ayat Al-Quran yang jauh
mengungguli semua puisi dan prosa yang pernah ada, Nabi Muhammad hanya
mengatakan, ayat itu bukan bikinannya, tapi datangnya dari Allah.
Itu 14 abad yang lalu. Pada masa kini, ketika ilmu
alam berkembang pesat, terbukti pula, bahwa kitab Al-Quran begitu teliti. Tidak
ada ayat yang saling bertentangan satu sama lain. Dan tak ada pula ayat
Al-Quran yang tidak sesuai dengan fakta-fakta ilmu alam.
Di sisi lain, fenomena pembawa ajaran itu juga
menunjukkan sisi autentitasnya. Meski mereka:
Ø orang
biasa yang tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan, juga tidak join dengan
penguasa atau yang bisa menjamin kesuksesannya;
Ø menyebarkan
ajaran yang melawan arus, bertentangan dengan tradisi yang lazim di masyarakatnya;
Mereka
berhasil dengan ajarannya, dan keberhasilan ini sudah diramalkan lebih dulu
pula, dan semua itu dikatakannya karena Tuhanlah yang menolongnya.
KONSEKWENSI SETELAH MEYAKINI AUTENTITAS TANDA-TANDA KENABIAN
MUHAMMAD
Setelah
kita menguji autentitas tanda-tanda kenabian Muhammad dengan menggunakan segala
piranti logika yang kita miliki, dan kita yakin bahwa itu asli berasal dari
Tuhan, maka kita harus menerima apa adanya yang disebutkan oleh kitab Al-Quran
maupun oleh hadits yang memang teruji autentis berasal dari Muhammad.
Dan
ajaran Nabi Muhammad saw ini adalah satu-satunya ajaran autentis dari Allah,
yang diturunkan kepada penutup para utusan, tidak tertuju ke satu bangsa saja,
tapi ke seluruh umat manusia, sampai akhir zaman.
0 komentar:
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH MENGUNAKAN KATA-KATA YANG BAIK