“Bagaimana caranya kita menasihati kawan yang berbuat salah tanpa menyinggung perasaannya,” tanya seorang remaja kepada saya dalam sebuah pengajian. Pertanyaan seperti itu tidak cuma sekali, tapi banyak ditanyakan remaja kepada saya dalam berbagai macam kesempatan. Kita tentunya tidak ingin berbuat baik tapi menyakiti hati orang lain, apalagi sampai memutuskan hubungan dengan kita.
Masalah
ini bukan saja ada di benak kamu para remaja. Para orang tua juga membahas ini.
Sehingga akhirnya muncul istilah yang sering kita dengar sebagai ‘dakwah yang
sejuk’, ‘mengkritik tanpa menyinggung’, ‘menasihati tanpa menyakiti’, dsb. Ya,
siapa sih yang ingin menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain, khususnya
kalau kita memang punya niat baik?
Tapi
mungkinkah kita tidak pernah menyinggung orang lain saat memberi nasihat; saat
menegur teman yang sering bolos, suka mencontek, melalaikan shalat, atau
melawan pada guru? Berharap seperti itu jelas sulit. Kenapa? Karena kita tidak
tahu isi hati orang lain. Kita juga tidak bisa membaca pikirannya. Demikian
pula ia pun tidak bisa membaca pikiran kita. Sehingga kita tidak tahu persis
kapan kita tidak bisa menyinggung perasaannya. Yang bisa kita lakukan hanya
‘mengira-ngira’ dan berusaha sebaik mungkin untuk menyampaikan nasihat secara
hati-hati.
Tentu saja, untuk
memberitahu teman kita bahwa penampilannya tidak rapi, atau mendorongnya untuk
rajin belajar, tidak perlu dengan cara yang keras kan? Tapi bagaimana kalau
suatu saat ia berbuat sesuatu yang tergolong dosa besar, apalagi ia lakukan
secara terus-terusan, rasanya sudah tidak mungkin lagi berbicara padanya dengan
lemah lembut. Sama seperti ketika ada orang yang kesetrum atau akan jatuh ke
dalam jurang, mungkin kita harus menggebraknya atau menariknya dengan keras
sampai ia selamat.
Di
dalam Al Qur’an, Allah SWT. pun menggunakan cara yang lembut dan yang keras
untuk mengajak manusia ke jalanNya dan mengingatkan mereka akan perbuatan dosa.
Misalnya, Allah menyebutkan berbagai kenikmatan surga agar manusia mau beriman
dan mengerjakan amal shaleh. Contohnya:
“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka
yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan
dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan
kepada kami dahulu." Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk
mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.”(Al Baqarah [2]:25).
“Dan orang-orang memelihara amanah dan janji. Dan
orang-orang yang menjaga ibadah sholat. Mereka itulah para pewaris, yang
mewarisi surga firdaus yang mereka kekal berada di dalamnya.”(Al Mu’minun [23]:8-11).
Tapi Allah juga
menggunakan kata-kata yang keras pada orang-orang yang kafir dan berbuat
maksiat. Contohnya:
“Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab
dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di
dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.”(Al Bayyinah [98]:6).
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka
Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan
mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”(Al A’raaf [7] :179).
“Perempuan
yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah,
dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan dari orang-orang yang beriman.”(An
Nur [24] :2).
Dan masih banyak lagi ayat-ayat Al
Qur’an yang bisa menyinggung perasaan orang yang berbuat salah. Tapi itu dilakukan oleh
Allah SWT. Kenapa? Karena ada di antara manusia yang sudah sulit untuk diketuk
hatinya dengan lembut sehingga mereka perlu ditegur dengan keras. Seumpama kita
kiaskan dengan badan manusia – ini seumpama lho --, saat ia sakit maka terapi
dari dokter itu bermacam-macam. Kalau sakitnya ringan, maka obatnya juga
ringan. Tapi kalau sakit parah, bukan saja obatnya menjadi makin keras, tapi si
pasien juga harus dirawat, bahkan kalau perlu dioperasi.
Perjalanan dakwah
Rasulullah saw. juga demikian. Kadangkala beliau memberikan nasihat dengan
lemah lembut dan tanpa amarah. Ketika ada seorang Arab Badui yang buang air
kecil di pojok mesjid, dan para sahabat marah kepadanya, Rasulullah saw.
mencegah mereka dan menyuruh mereka untuk mengambil seember air untuk menyiram
bekas kencing orang tersebut. Rasulullah saw. berindak lembut karena tahu kalau
orang itu awam, belum tahu adab-adab mesjid.
Tapi ada saatnya beliau
juga marah. Ketika seorang sahabat yang bernama Abu Dzar ra. menghina Bilal,
beliau menegurnya dengan perkataan yang keras. Kata
beliau, “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau masih berperangai jahiliyyah.”
Atau dalam masalah shalat, Rasulullah saw. sampai menyuruh orang tua untuk
memukul anaknya yang tidak shalat kalau sudah berumur sepuluh tahun lebih.
Inilah jalan yang benar
untuk memberikan nasihat pada orang lain. Kitalah yang berusaha untuk mencari
cara yang terbaik dalam berdakwah. Tahanlah diri untuk tidak menegur teman
kita, atau mungkin saudara dan orang tua kita dengan cara yang keras, kalau
ternyata kita masih punya cara yang lebih lembut.
Tapi kalau keadaan tidak
memungkin lagi untuk menegurnya dengan lembut, misalnya karena memang ia sudah
kebangetan, mau tidak mau kita harus menegurnya dengan keras. Kepala kita bisa
pecah kalau membiarkan ia terus berbuat yang dilarang agama.
Maka, dakwah yang sejuk
itu tidak selamanya bisa kita lakukan, adakalanya kita harus menyampaikan satu
kebenaran meski banyak orang yang jadi tersinggung atau marah. Itulah realita
kehidupan, tidak semua orang senang ketika diluruskan dari kesalahannya. Tapi
bukan berarti kita harus berkompromi, berpura-pura tidak tahu atas
kesalahannya, atau bermanis muka. Sabda Rasulullah saw.:
“Katakanlah
kebenaran walaupun pahit rasanya,”
Ketika Rasulullah saw.
mengajak orang-orang Quraisy untuk beriman kepada Allah dan kenabian dirinya,
banyak orang Quraisy yang marah. Bahkan paman beliau, Abu Lahab mencaci maki
beliau dengan kasar. Nah, adakah orang yang mengatakan kalau dakwah Nabi saw.
salah karena sudah membuat orang-orang Quraisy menjadi marah?
Begitupula kalau kamu
ingin menyampaikan sebuah nasihat, yang bisa kamu lakukan adalah sebisa mungkin
mencari cara yang terbaik apa yang kamu bisa agar ia sadar, bukan supaya ia
tidak marah. Kalaupun ia tersinggung atau marah, itu adalah urusan ia dengan
Allah SWT. Semoga dengan ketersinggungan itu mereka jadi sadar dan berpikir
bahwa perbuatan mereka adalah salah.
“Serulah (manusia)
kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.”(An Nahl [16]:125).
1 komentar:
itulah manusia, kadang dinasehati yang bener malah marah.
yang penting kita sudah berusaha menyadarkannya.
Posting Komentar
BERKOMENTARLAH MENGUNAKAN KATA-KATA YANG BAIK